Ilmu tidak untuk di Banding-bandingkan dan di kompetisikan tp Ilmu untuk dishare dan diamalkan deng

Jumat, 06 Mei 2011

Pengukuran Kuat Intensitas Cahaya Ufuk dalam penentuan waktu syafaq/akhir senja astronomi

Penentuan waktu salat isya’ ditandai dengan menghilangnya cahaya syafaq/ mega merah diufuk Barat. Fenomena menghilangnya syafaq dalam istilah astronomi bersesuaian dengan astronomical twilight. Observasi terhadap fenomena alam terkait waktu salat menjadi hal yang penting dan perlu untuk dikaji kembali yang bertujuan untuk memverifikasi sudut depresi surya -18° yang diadopsi oleh negara-negara Islam termasuk Indonesia untuk waktu Isya’. Observasi telah dilakukan dengan memperhatikan waktu, lokasi dan menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan pengamatan. Waktu pengambilan citra syafaq sebaiknya dilakukan pasca fullmoon karena pada saat seperti ini posisi bulan berada di ufuk Timur sehingga cahaya bulan tidak mengganggu pengamatan dan hilangnya syafaq bisa terdeteksi.

Berikut penulis paparkan dalam bentuk tabel waktu pengambilan data syafaq;

Hari ke-

Lokasi Pengamatan

Tanggal Observasi

Posisi matahari

dari ekuator

1

Dukuh Cerme Ngepeh

Desa Sukorejo, Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun(Ф)= -7°45.993´

(λ)= 111°29.409´

28/08/2010

Utara

2

29/08/2010

Utara

3

03/09/2010

Utara

4

14/01/2011

Selatan

5

18/01/2011

Selatan

6

05/02/2011

Selatan

7

07/02/2011

Selatan

Tabel 3.1. Waktu Pengamatan syafaq dan posisi matahari dari ekuator

Lokasi yang dijadikan tempat pengamatan harus minim polusi cahaya dan area lepas pandang untuk melihat ufuk Barat. Untuk lokasi penelitian, penulis mengambil lokasi yang dianggap representative untuk diadakan pengamatan syafaq yaitu lokasi yang lepas pandang atau tidak terhalang gunung atau bangunan untuk ufuk barat dan termasuk daerah gelap, minim polusi cahaya yaitu di dukuh cerme ngepeh desa Sukorejo Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun. Dengan titik Koordinat sebagai berikut lintang tempat (Ф)= -7°45.993´bujur tempat(λ)= 111°29.409´ dengan ketinggian tempat 9 kaki/feet. Titik koordinat lokasi pengamatan diperoleh berdasarkan hasil pencarian dengan GPS Map 60CSX Garmin 2009.

Alat yang digunakan untuk mengabadikan fenomena syafaq adalah meliputi dua jenis kamera, yaitu model camera Canon EOS 400D dan CanonPowerShootA480 yang pada tataran praktisnya berguna untuk merekam semua fenomena yang terjadi. Citra syafaq diambil agar dapat dilakukan analisis kuantitatif . Data yang diperoleh kemudian di olah dengan perangkat lunak fotometri Iris versi 5.58. Perangkat tersebut digunakan untuk mengetahui kuat intensitas cahaya langit tepatnya diufuk barat disekitar matahari terbenam. Setelah diketahui intensitas maka data dikalibrasi dengan membagi seluruh intensitas titik sampel dengan intensitas lampu yang dijadikan sebagai bintang konstan. Data yang sudah diolah akan disajikan dalam bentuk kurva cahaya langit dengan type scatter XY yang diplotkan antara intensitas cahaya langit dengan waktu pengambilan citra syafaq.

Data Pengamatan Syafaq : Kurva Cahaya Langit

Tanggal : 28 Agustus 2010

Jumlah Titik Sampel : Lima (5)

Kurva Hasil Kalibrasi Titik Sampel 01 Kurva Hasil Kalibrasi titik Sampel 02

Kurva hasil Kalibrasi Titik Sampel 03 Kurva Hasil Kalibrasi Titik Sampel 04

Kurva hasil Kalibrasi Titik Sampel 05

Kemudian data tentang kurva cahaya langit bisa mengindikasikan kapan syafaq mulai menghilang. Ketika intensitas cahaya semakin menurun dan relatif konstan maka saat itulah syafaq mulai menghilang dan waktu salat isya telah masuk. Kemudian untuk mengetahui kedudukan posisi matahari pada saat menghilangnya syafaq dapat diketahui dengan perangkat lunak AstroInfo. Seluruh data posisi matahari dikumpulkan dan mengeliminasi/mengabaikan sejumlah data yang dianggap rusak.

Tanggal

Jadwal waktu Isya kementerian Agama RI

Sunset (WIB)

Titik

sampel

waktu

Altitud

(h) matahari

Catatan

28/08/2010

18:45 WIB

17:33 WIB

1

18:28

-14°11´


2

18:28

-14°11´


3

18:31

-14°55´


4

18:28

-14°11´


5

18:31

-14°55´


29/08/2010

18:48 WIB

17:33 WIB

1

18:28

-14°14´


2

18:29

-14°28´


3

18:29

-14°28´


4

18:29

-14°28´


5

18:28

-14°14´


03/09/2010

19:05 WIB

17:32 WIB

1

18:40

-17°23´


2

18:37

-16°39´


3

18:40

-17°23´


4

18:40

-17°23´


5

18:50

-19°51´


4/01/2011

19:16 WIB

17:58 WIB

1

19:01

-15°0´


2

19:01

-15°0´


3

19:00

-14°36´

Mendung/Berawan Tebal

4

19:14

-17°44´


5

19:14

-17°44´


18 /01/2011

19:16 WIB

17:59 WIB

1

18:58

-14°12´


2

18:53

-12°53´


3

18:58

-14°12´


4

18:53

-12°53´


5

18:50

-12°12´

Berawan

05/02/2011

19:15 WIB

18:00 WIB

1

19:03

-15°36´


2

19:03

-15°36´


3

19:00

-14°54´


4

19:00

-14°54´


5

19:00

-14°54´


07/02/2011

19:14 WIB

18:00 WIB

1

18:49

-12°24´

Mendung/Berawan tebal

2

18:49

-12° 24´

Mendung/Berawan tebal

3

18:53

-13°10´


4

18:53

-13°10´


5

18:53

-13°10´


















tabel 3. 10. posisi matahari untuk waktu isya’(akhir senja astronomi)

Setelah mengetahui posisi matahari untuk setiap titik sampel, kemudian dicari median dari data tersebut, karena data yang diperoleh berupa data yang diskrit (acak). Tujuan mencari nilai median dari data tersebut adalah untuk mendapatkan satu nilai altitud matahari yang tunggal. Jika tidak dicari nilai tunggalnya maka akan sulit dalam membuat jadwal salat terutama salat isya’. Jumlah keseluruhan n (data posisi matahari) adalah 35. Namun, karena terdapat data ekstrim seperti terlalu tinggi atau rendah sehingga data dianggap tidak masuk kualifikasi karena adanya pengaruh awan/ mendung, maka ada 4 (empat) data yang harus dieliminasi. Jadi Jumlah n (posisi matahari) yang masuk deret nilai median sebanyak 31.

Berikut adalah deret nilai median dari data posisi matahari:

-12,53° -13,10° -13,10° -13,10° -14,11° -14,11° -14,11°

-14,12° -14,12° -14,14° -14,14° -14,28° -14,28° -14,28°

-14,54° -14,54° -14,54° -14,55° -14,55° -15,0° -15,0°

-15,36° -15,36° -15,36° -16,39° -17,23° -17,23° -17,23°

-17,44° -17,44° -19,51°

Tabel 3.11. Deret nilai posisi matahari saat akhir senja astronomi

dari yang terkecil sampai terbesar

Jika jumlah data ganjil maka untuk mencari nilai median nya adalah dengan mencari nilai tengah dari keseluruhan data yang ada. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, ternyata akhir senja astronomi sebagai batas masuk nya waktu isya’ pada saat syafaq/mega merah mulai menghilang dapat ditentukan pada posisi matahari dari bawah horizon(altitude) sebesar -14,54°. Dalam penelitian ini, penentuan tersebut ditentukan oleh penurunan nilai intensitas cahaya ufuk yang dapat dilihat dari grafik intensitas cahaya ufuk terhadap waktu yakni ketika kurva mencapai batas minimum, semakin menurun dan relatif konstan. Jika dibandingkan antara hasil penelitian dengan jadwal salat isya yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI yang dapat dilihat dalam tabel diatas, ternyata 1 sampai 28 menit lebih akhir dibandingkan hasil pengamatan langsung dilapangan. Setelah matahari terbenam ada interval waktu, senja di mana ada cahaya alami yang disediakan oleh atmosfer atas, yang tidak menerima sinar matahari langsung dan mencerminkan sebagian lagi ke permukaan bumi. Dengan merujuk pada data hasil pengamatan, maka dapat diketahui interval atau jeda waktu antara matahari terbenam dengan hilangnya syafaq berkisar antara 00°49´ sampai 01°09´. Namun untuk hasil interval yang diperoleh selama pengamatan bisa bervariasi untuk setiap harinya karena hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi langit dan ufuk saat pengamatan. Oleh karena hasil ini belum merupakan ketinggian konklusif, maka perlu dibandingkan dengan pengukuran di berbagai tempat, terutama yang kondisinya sangat cerah.

Dalam penentuan awal waktu salat, Abdullah Kawi seorang Mufti Darul Ulum Baruch India sebagaimana yang dikutip oleh Miftahi, (2007:23) mengatakan bahwa musya>hadah atau observasi (baca: pengamatan/ru’yah bi al’ain)memiliki hak prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan hisab (baca: perhitungan), karena sebenarnya petunjuk awal untuk mengetahui masuknya awal waktu salat adalah dengan melihat(rukyat) matahari. Jadi, perhitungan (hisab/ru’yah bi al’ilmi>) dapat digunakan jika telah diverifikasi dengan benar melalui musya>hadah atau pengamatan. Namun, jika ada keraguan dalam metode h}isa>b, maka satu-satunya metode yang dapat dijadikan acuan adalah pengamatan /observasi dan penyusunan tabel atau jadwal salat berdasarkan hasil observasi.

Para pengamat fajar dan senja baik ditingkat nasional maupun internasional, sampai saat ini belum berani memberikan kesimpulan yang berarti terkait dengan seberapa besar sudut depresi surya untuk waktu isya’ dan shubuh karena mereka mengakui kesulitan yang lebih ketika mengadakan pengamatan terhadap fenomena fajar dan senja, terutama karena adanya keterbatasan keilmuwan dibidang ini dan banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari akurasi observasi fajar dan senja.

Sebagai contoh akan penulis cantumkan tentang konfirmasi dari isu tentang sudut depresi waktu fajar dan senja. Ada desas-desus luas yang mengatakan bahwa ISNA mengadopsi sudut 15 untuk keduanya; Fajar dan Isya. Namun, ICOP telah menghubungi ISNA beberapa kali dan mereka memberitahu bahwa apa yang saat ini diadopsi oleh ISNA adalah sudut 18.

Tertanggal 26 Desember 2010, ICOP dalam hal ini diwakili oleh Mohammad Odeh selaku ketua ICOP mencoba untuk melakukan konfirmasi secara langsung kepada pihak ISNA dengan cara mengirim surat resmi yang berisi tentang sudut (ketinggian Matahari di bawah Ufuk) yang diadopsi oleh ISNA untuk Fajar dan Isya, dimana sudah secara luas menyebar info bahwa ISNA mengadopsi sudut 15 derajat, dan beberapa orang mengklaim bahwa mereka memiliki bentuk balasan resmi dari ISNA yang mengkonfirmasikan informasi ini.

Kemudian ISNA yang diwakili oleh Zulfikar Ali Shah selaku
Sekretaris Jenderal Dewan Fiqih Amerika Utara (ISNA), mengatakan bahwa Tahun lalu Dewan Fiqih secara singkat membahas masalah tersebut. Konsensus sementara berada di 18 derajat. Diputuskan untuk tetap berpegang pada 18° sampai kita memiliki diskusi dan hasil observasi yang menyeluruh tentang hal itu dalam pertemuan berikutnya tahunan pada bulan Maret 2011. Beberapa anggota berpendapat bahwa 15° atau bahkan 14° adalah mungkin pada musim tertentu, tetapi mayoritas adalah untuk 18. Itulah yang sedang diikuti saat ini.

Statemen diatas memberikan penekanan bahwa sebuah kesimpulan dari hasil diskusi dan pengamatan tidak bisa serta merta mudah diputuskan sebagai keputusan final, melainkan masih membutuhkan waktu dan hasil yang benar-benar bisa dianggap sebagai kesimpulan yang representative sehingga hasil yang disepakati akan sesuai dengan tuntunan syar’I dan mendekati kebenaran.

Semoga Bermanfaat!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar